31.7 C
Jakarta
Thursday, July 25, 2024

Mata Garuda Maluku Siap Gelar Musyawarah Wilayah ke III di Ambon

Mata Garuda (MG) Maluku akan melaksanakan Musyawarah...

Kolaborasi Memajukan Sektor Perikanan, DPD ISPIKANI Maluku resmi dikukuhkan

Pengukuhan pengurus Dewan Pengurus Daerah Ikatan Sarjana...

Inflasi 2023 di Bangka Belitung: Tantangan dan Prospek

Oleh: Yogi Cahyo Ginanjar, S.T., M.Si. -...

Blue Carbon: Solusi Mitigasi Perubahan Iklim Potensial di Indonesia

TematikMarineBlue Carbon: Solusi Mitigasi Perubahan Iklim Potensial di Indonesia

Kini, tidak asing lagi mendengar nama-nama warna yang melekat pada kata karbon, salah satu gas yang diemisikan ke udara dan menjadi penyebab adanya gas rumah kaca. Di Indonesia, sudah umum dengan istilah karbon hijau dan karbon biru. Keduanya merujuk pada karbon yang tersimpan pada suatu ekosistem. 

Blue carbon atau karbon biru digadang-gadang menjadi solusi dalam memitigasi perubahan iklim yang saat ini sedang meresahkan dunia. Indonesia memiliki potensi yang besar dalam mengembangkan peluang blue carbon sebagai bentuk kontribusi menuju net-zero emission pada tahun 2030. Lalu, apa sebenarnya blue carbon itu?

Blue carbon adalah karbon yang tersimpan pada ekosistem pesisir dan laut. Disebut sebagai karbon biru karena unsur karbon tersimpan dalam biomassa mangrove dan lamun di pesisir. Ekosistem blue carbon meliputi dua ekosistem pesisir, yaitu ekosistem mangrove dan ekosistem lamun. Keduanya menjadi garda terdepan yang berpotensial dikembangkan di Indonesia mengingat bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia yang mencapai 95.181 km. Menurut penuturan Dr. Agustin Rustam, S.T., M.Si., peneliti Pusat Riset Sumber Daya Laut Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bahwa ada satu ekosistem lain yang memiliki potensi daya serap karbon tinggi namun belum dimaksimalkan potensinya di Indonesia, yaitu salt marshes atau rawa-rawa dekat pesisir yang terdampak oleh intrusi air laut. 

Potensi penyerapan oleh ekosistem blue carbon mencapai 17% dari potensi dunia atau sekitar 950,5 Mg C Ha-1 oleh ekosistem mangrove dan 119,5 Mg C Ha-1 oleh ekosistem lamun. Karbon di udara disimpan pada bagian-bagian tubuh mangrove dan lamun seperti pada daun, batang, dan akar. Selain itu, karbon juga akan tersimpan dalam sedimen yang berada pada ekosistem pesisir dan dapat tersimpan dalam waktu yang sangat lama.

Saat ini, Pemerintah Indonesia bergerak dalam upaya mitigasi bencana dan iklim dalam bentuk pemulihan ekosistem pesisir dan kelautan melalui rehabilitasi ekosistem mangrove dan lamun. Hal ini menjadi target yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024. Presiden Joko Widodo memandatkan untuk merehabilitasi ekosistem mangrove seluas 600.000 hektar hingga tahun 2024. Tentunya, untuk memenuhi target tersebut memerlukan dukungan dari berbagai pihak termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, kelompok masyarakat, LSM serta Perguruan Tinggi.

Namun sayangnya, saat ini ekosistem pesisir juga mengalami tekanan kerusakan akibat berbagai aktivitas manusia. Dr. Ir. Ita Riniatsih, M.Si., staf dosen sekaligus pembina Seacrest Universitas Diponegoro, menyebutkan bentuk aktivitas manusia yang mengancam ekosistem pesisir antara lain limbah domestik, kegiatan budidaya tambak, limbah dari sungai, galian pasir dan reklamasi, tumpahan minyak dari transportasi laut maupun kapal perikanan, dll. Untuk itu, urgensi terhadap adanya rehabilitasi ekosistem blue carbon dibutuhkan, tidak hanya untuk meningkatkan luasan serapan karbon melainkan menjaga peran ekosistem dalam memberikan manfaat bagi masyarakat dan biota asosiasinya. 

Kemudian, bagaimana gambaran kontribusi generasi muda dalam mendukung pencapaian tersebut?

Apa itu, Marine Buddies?

Marine Buddies merupakan komunitas muda mudi Indonesia yang memiliki tekad bersama dalam meningkatkan kesadartahuan masyarakat terkait isu-isu kelautan dan perikanan di Indonesia. Berkembang di sebelas kota besar di Indonesia, Marine Buddies melakukan aksi perlindungan terhadap ekosistem pesisir dan laut sesuai dengan isu yang terjadi pada kota masing-masing seperti persoalan sampah laut, degradasi ekosistem pesisir, megafauna terdampar, biota terancam punah, dan lainnya.

Terkait dengan upaya merehabilitasi ekosistem pesisir, beberapa Marine Buddies kota melakukan aksi penanaman mangrove, bergandengan dengan instansi terkait dan melibatkan generasi muda Indonesia. Tahun 2022, aksi menanam mangrove telah dilaksanakan oleh Marine Buddies Jakarta, Marine Buddies Makassar, dan Marine Buddies Tangerang.

Kegiatan penanaman mangrove Marine Buddies Makassar
Sumber: Junaedi Jabbar

Marine Buddies Jakarta melaksanakan aksinya pada bulan Agustus bersama Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta dengan menanam 1000 bibit mangrove di Pulau Tidung, Kepulauan Seribu. Berbeda dengan Marine Buddies Makassar yang menanam mangrove dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh KALLA GROUP bersama dengan sejumlah komunitas di Desa Tekolabbua, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Sebagai aksi penutup tahun, penanaman mangrove dilakukan oleh Marine Buddies Tangerang di Ketapang Urban Aquaculture dengan menanam 1000 bibit pada 18 Desember 2022. Bertajuk Tanam Taman Mangrove, Marine Buddies Tangerang berharap dapat semakin menjaga lingkungan pesisir, mencegah abrasi, dan memperbaiki habitat. 

Safe Mangrove for The Safe Life – Koordinator Marine Buddies Makassar, Junaedi Jabbar

[AH]

Check out our other content

Check out other tags:

Most Popular Articles