29 C
Jakarta
Friday, July 26, 2024

Mata Garuda Maluku Siap Gelar Musyawarah Wilayah ke III di Ambon

Mata Garuda (MG) Maluku akan melaksanakan Musyawarah...

Kolaborasi Memajukan Sektor Perikanan, DPD ISPIKANI Maluku resmi dikukuhkan

Pengukuhan pengurus Dewan Pengurus Daerah Ikatan Sarjana...

Inflasi 2023 di Bangka Belitung: Tantangan dan Prospek

Oleh: Yogi Cahyo Ginanjar, S.T., M.Si. -...

Kesiapan M-LIN Dikaitkan dengan Status Sumberdaya Ikan, Keterbatasan Infrastruktur dan SDM Penyuluh Perikanan

ArtikelKesiapan M-LIN Dikaitkan dengan Status Sumberdaya Ikan, Keterbatasan Infrastruktur dan SDM Penyuluh Perikanan

Status Stok Sumberdaya Ikan 3 WPP

Maluku berkarakteristik kepulauan dengan luas wilayah 712.479,65 km2, luas lautan yang jauh lebih besar, yakni 92,4 persen dibandingkan daratan yang luasnya hanya 7,6 persen. Total panjang garis pantai 10.630 kilometer dan memiliki 1.340 pulau. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor19 Tahun 2022 berkaitan estimasi potensi sumberdaya ikan di 3 wilayah pengelolaan perikanan (WPP) di sekitar provinsi Maluku yakni WPP 714 Laut banda memiliki potensi sebesar 1.033.979 ton, WPP 715 Laut seram dan sekitarnya 715.293 ton dan WPP 718 Laut Arafura dan sekitarnya mencapai  2.637.564 ton dengan total keseluruhan 4.386.836 ton dari jumlah total potensi sumberdaya ikan nasional mencapai  12.011.125 atau sekitar 36,52 % sebelumnya 12.541.438. terjadi penurunan sebesar 530.313 ton.

Sumberdaya ikan berdasarkan kepmen KKP tersebut dibagi menjadi 9 kelompok  yakni Ikan pelagis kecil, Ikan pelagis Besar, Ikan Domersal, Ikan karang, Udang Paneid, Lobster, Kepiting, rajungan, dan cumi-cumi. Hanya sayangnya status pengelolaannya sudah mengalami full dan over eksploitasi sehingga perlu pendekatan kehatian-hatian dalam pemanfaatannya. Untuk status over eksploitasi WPP 714  yakni ikan karang, udang paneid, lobster, WPP 715 Ikan karang dan lobster , serta WPP 718 jenis Ikan karang dan cumi-cumi dengan keterangan nilai pemanfaatan (E) telah lebih dari nilai 1. Sedangkan status untuk kelompok ikan lainnya di 3 WWP ini telah mengami full eksploitasi dimana batas nilai pemanfaatan antara 0,5 – 1. Untuk yang berstatus moderate dibawah 0,5 yang perlu ditingkatkan upaya penangkapan sudah tidak ada lagi.

Logistik rantai dingin dan dukungan Pelabuhan Perikanan (PP)

Dari sisi sistim rantai dingin milik swasta yang beroperasional di sekitar wilayah provinsi Maluku sesuai data Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku, Unit pengolahan ikan (UPI) berjumlah 51 Unit, Colstorage 92 Unit dengan kapasitas 17.176 ton, ABF jumlah 102 unit dengan kapasitas 422 ton, dan pabrik es 23 unit kapasitas 558 ton. Sedangkan milik Pemeritah daerah untuk Coldstorage 14 unit dengan kapasitas 1.130 ton, ABF 13 Unit kapasitas 49 ton dan Pabrik es 5 Unit kapasitas 29 ton.

Sarana prasarana perikanan tangkap khususnya pelabuhan perikanan masih sangat terbatas yakni 11 Unit yang dikelola daerah dan 2 Unit yang dikelola pusat. Diantaranya Kabupaten Buru (PPI Kayeli Masarete) Kepulauan Aru (PPI kalar-kalar,PPP Dobo), Maluku Barat Daya (PPI Klishatu Wetar), Maluku Tengah (PPI Masohi, PPP Banda), Kepulauan Tanimbar (PPI Ukurlarang), Seram Bagian Barat (PPP Piru), Seram bagian timur (PPP Tamher timur), Ambon (PPN Ambon, PPI Eri), Tual (PPN Tual, PPI Kelfik Taar). Kelas pelabuhan perikanan yang kita miliki juga masih banyak yang belum beroperasional maksimal terkendala sarana prasarana pendukung utama dan penunjang. statusnya rata-rata masih sebatas Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Seharusnya dengan potensi SDI yang besar ini harus ada pelabuhan skala samudera (PPS) yang dibangun di Maluku. Untuk mengkoneksikan distribusi barang dan jasa perikanan antara Pelabuhan-pelabuhan perikanan tersebut.

Kalau mau dilihat dari data produksi pada sentra pelabuhan perikanan yang ada sementara ini di Kabupaten Kepulauan Aru pada Sentra Pendaratan Dobo Berkontribusi 116.835 Ton atau 21,5 % dan kota  Ambon pada Sentra Pendaratan Eri dan Tantui Hanya Berkontribusi 20.095 Ton atau 3,7 %. Ini belum termasuk data dari pangkalan pendaratan ikan lainnya. Yang dimana total produksi 2021 mencapai Total Produksi 547.462 Ton.

Pelabuhan Perikanan ini sangat penting dalam hal pengelolaan hasil produksi perikanan dari hulu hingga ke hilir serta penguatan dalam data dan informasi hasil tangkapan nelayan. Rencana Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menjadikan 2 PP milik Pemerintah yakni PPN Ambon dan PPN tual serta 2 PP Swasta yakni PP milik PT. Samudera Indo Sejahtera (SIS) dan Benjina sebagai lokasi Pendaratan ikan bagi kapal perikanan yang beroperasi pada sekitar 3 WPP tersebut patut diapresiasi namun juga perlu menjadi catatan adalah bagaimana memonitor keseluruhan kapal dari skala kecil hingga industri yang melakukan aktifitas penangkapan ikan berbasis kuota nantinya. Mungkin saja jika kapal berukuran 30 GT keatas (skala industri) bisa diarahkan pada pelabuhan perikanan tersebut tetapi bagaimana kapal dibawah 30 GT yang dominan mendominasi?? apalagi terkhusus nelayan skala kecil yang notabene masih melakukan pendaratan ikan di sembarang tempat sekitar pesisir Desanya. Kita mungkin menganggap ini hal sepele tetapi harus diingat bahwa nelayan skala kecil ini dari sisi jumlah adalah mayoritas mencapai 90 %, karena kalau berbicara zonasi dan kuota nantinya akan searah dengan jumlah, jenis dan size ikan yang ditangkap dan jumlah armada nelayan dari skala kecil hingga industri yang beroperasi.

Coba kita belajar dari negara sakura Jepang. Negara Matahari terbit ini membagi pelabuhan perikanan menjadi 4 tipe Yakni untuk perikanan lokal, Lebih luas tipe 1, tipe untuk seluruh kapal, dan tipe pelabuhan isolasi untuk pengembangan daerah penangkapan dan tempat berlindung kapal penangkap ikan. Dengan jumlah 2.944 unit pelabuhan perikanan pada tahun 2001 dengan panjang pantai negara Jepang 34.000 Km yang berarti setiap pelabuhan perikanan memiliki jarak 12 km. Selain itu terdapat 7.000 desa nelayan, 5.000 desa nelayan diantaranya dekata dengan pelabuhan perikanan (National Fishing Port Association data). Setelah 21 tahun berlalu pastinya ada penambahan dan rehabilitasi pelabuhan perikanan berkembang pesat disana.

Kita Bandingkan lagi dengan Indonesia yang memiliki 17.508 buah pulau dan panjang pantai 81.000 km, wilayah lautannya meliputi 5,8 juta km2 atau 70% dari luas total teritorial Indonesia. Sesuai data  Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, ada 578 pelabuhan perikanan di Indonesia pada tahun 2020. Mayoritas atau 114 pelabuhan perikanan (19,72%) ada di Aceh dan menurut BPS, sebanyak 88% pelabuhan perikanan di Indonesia merupakan pangkalan pendaratan ikan. Sebanyak 69% di antaranya tercatat memiliki tempat pelelangan ikan (TPI). Bayangkan saja Aceh yang merupakan daerah kontinental memiliki pelabuhan perikanan lebih banyak dari Maluku yang berkarakteristik kepulauan ini.

Infrastuktur TPI dan Tenaga Penyuluh Perikanan

Sebenarnya jika keterbatasan Infrastruktur Sarana Prasarana Pelabuhan perikanan sebenarnya bisa didorong unit terkecilnya yakni TPI namun karena berkaitan dengan kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Saat ini pengelolaan Pelabuhan perikanan menjadi kewenangan provinsi atau pusat berdasarkan klasifikasinya baik PPI,PPP,PPN ataupun PPS. Kabupaten/kota yang secara admnistratif memiliki masyarakat berprofesi sebagai nelayan kiranya dapat mengembangkan TPInya karena disinilah pusat aktifitas utama nelayan kita sehingga tidak lagi mendaratkan ikan di sembarang tempat dan terdata. Sayangnya adanya regulasi yang mengarahkan bahwa TPI harus terintegrasi dengan pelabuhan perikanan yang perlu ditinjau kembali karena setiap daerah memiliki keterbatasan dalam hal penganggaran. Contohnya saja pada wilayah kabupaten Maluku Tengah dengan jumlah nelayan mencapai 29.000 orang dan berada pada 2 WPP yakni Laut Seram dan laut Banda, hanya saja Infrastruktur Pelabuhan perikanannya masih 2 Pelabuhan perikanan yakni PPI Masohi dan PPP Banda serta ada 4 TPI seperti Haria, Amahai, Hitu dan Banda. Ini tidak sebanding dengan luasan wilayah yang begitu besar dan jumlah penduduk yang tertinggi di Provinsi Maluku.

Jika saja kita memiliki infrastruktur dasar Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang memadai di setiap titik sentra perikanan dan dilengkapi dengan kebutuhan dasar nelayan baik Ice flag untuk memproduksi es dan SPDN guna mendukung operasional BBM nelayan. Pastinya nelayan skala kecil, akan sangat terbantukan dalam pra dan pasca penangkapan ikan. Kadang ikan berlimpah tetapi sayangnya kerena keterbatasan pemakaian es akhirnya kualitas ikan menurun dan harga ikan pun jatuh. Es sudah seharusnya dibawa nelayan dalam palka sebelum melaut, hingga sampai dijual ke pelaku usaha perikanan. Selain itu BBM subsidi yang selama ini adalah jenis solar bagi nelayan kiranya bisa juga diberikan akses untuk jenis Pertamax dan petralite ataupun minyak tanah karena sebagian besar nelayan tuna skala kecil memakai jenis bahan bakar ini untuk melaut, jangan sampai harganya telah naik kemudian sulit diperoleh nelayan.

Selain Pelabuhan Perikanan yang masih minim, Tenaga penyuluh perikanan Kita juga masih sangat terbatas jumlahnya yakni 112 orang sesuai data BPPP Ambon. Dan ini belum tersebar merata ke seluruh kabupaten/kota di Maluku. Provinsi Maluku terdiri dari 9 kabupaten, 2 kotamadya, 118 kecamatan, 35 kelurahan,dan jumlah Desa yang ada di Provinsi Maluku per Tahun 2020 sesuai data kemendes dari 1198 Desa, 88 % (1.049 Desa) adalah Desa Pesisir dan 13 % (150 Desa) adalah Bukan Pesisir. Akan sangat riskan pastinya jika 112 orang penyuluh perikanan ini melayani 1.049 desa pesisir tersebut jika dibagi rata 1 orang penyuluh harus melayani 9-10 Desa Pastinya akan sulit dilakukan apalagi rentang kendali antar pulau dan jarak antar desa. Nelayan biasanya melakukan pendaratan ikan di waktu yang sama di pagi atau sore hari apakah dapat dimonitor bersamaan?? Kita berharap sebaiknya 1 Desa Pesisir itu ada 1 Penyuluh perikanan atau tenaga pendamping/pengolah data perikanan, sehingga kedepan pendataan hasil melalui Estimasi hasil tangkapan (produksi hasil perikanan) tidak lagi digunakan agar dalam pengambilan kebijakan lebih terarah dan terukur.

Semoga kedepan ada kerjasama aktif dan kolaborasi antara kementerian kelautan dan Perikanan dengan Kementerian Desa dalam hal sinergitas antara Penyuluh Perikanan dan Tenaga pendamping Desa berkaitan data Perikanan ataupun melalui anggaran dana desa (ADD) ada yang bisa dialokasikan khusus untuk membantu atau menyiapkan petugas lapangan untuk pengambilan data dan informasi produksi hasil tangkapan nelayan guna memperkuat data perikanan Kita dalam pengambilan kebijakan yang berbasis data sains disamping dengan melakukan penambahan kuota penyuluh perikanan. **

Penulis Amrullah Usemahu (Wasekjen 3 ISPIKANI/Sekretaris Departemen Perikanan, Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Terdepan ICMI Orwil Maluku / Wakil Ketua Pemuda ICMI Bidang Pertanian, Perikanan, Pengembangan Desa, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil)

Check out our other content

Check out other tags:

Most Popular Articles