25.6 C
Jakarta
Friday, July 26, 2024

Mata Garuda Maluku Siap Gelar Musyawarah Wilayah ke III di Ambon

Mata Garuda (MG) Maluku akan melaksanakan Musyawarah...

Kolaborasi Memajukan Sektor Perikanan, DPD ISPIKANI Maluku resmi dikukuhkan

Pengukuhan pengurus Dewan Pengurus Daerah Ikatan Sarjana...

Inflasi 2023 di Bangka Belitung: Tantangan dan Prospek

Oleh: Yogi Cahyo Ginanjar, S.T., M.Si. -...

M-LIN ditengah Rencana Kebijakan Negara Penangkapan Ikan Terukur

TematikFisheriesM-LIN ditengah Rencana Kebijakan Negara Penangkapan Ikan Terukur

UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) “Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat” Pemerintah berkewajiban untuk mengelola sumber daya agar pemanfaatannya seadil-adilnya untuk kepentingan masyarakat dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kontribusi sektor perikanan terhadap pendapatan negara memungkinkan adanya pemerataan manfaat sumber daya ikan untuk seluruh seluruh rakyat Indonesia melalui pembiayaan program-program pemberdayaan, dll.

Peta Provinsi Maluku

Provinsi Maluku yang dikenal dengan sebutan Daerah Seribu Pulau dengan luas wilayah administratif 712.479,65 km2 memiliki laut dengan luasan mencapai 658.294,69 Km2 (92,4 %) dibandingkan dengan daratannya yang luasnya hanya 54.185 km2 (7,6 %). Perairan Maluku memiliki keunikan dan keuntungann yang membuatnya kaya akan sumberdaya ikan. Terletak pada pusat sabuk segitiga emas terumbu karang dunia (centre of coral triangle), Laut Banda merupakan feeding dan spawning ground jenis-jenis tuna tertentu, terjadinya fenomena upwelling memungkinkan laut tersebut semakin subur, serta perairan Maluku dilalui oleh Arlindo yang merupakan pergerakan massa air dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia dan memegang peranan penting dalam siklus iklim dunia maupun Laut Arafura merupakan salah 1 golden Fishing ground terbaik.

Untuk Industrilisasi perikanan, Dukungan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan berbasis potensi Unit Pengolahan Ikan (UPI) di Provinsi Maluku sebanyak 59 unit. Sebaran UPI terbanyak berada di Kota Ambon, Kepulauan Aru dan Kabupaten Maluku Tengah. Dalam rangka peningkatan produksi olahan maka perlu ditingkatkan promosi dan adanya kebijakan yang mempermudah investasi sehingga kedepan akan ada banyak UPI yang dibangun di kabupaten/kota lainnya guna memperlancar jalur logistik perikanan antar pulau.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2022 Tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan, Jumlah Tangkapan Ikan yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia pada WPP 714 (Laut Banda dan Teluk Tolo) jumlah potensi 1.033.979 ton, WPP 715 (Laut Seram dan Sekitarnya) jumlah potensi 715.293 ton, dan WPP 718 (Laut Aru dan Arafura) 2.637.564 ton dengan total potensi pada 3 WPP tersebut adalah 4.386.836 ton.

Dengan Potensi sumberdaya ikan yang begitu besar di 3 WPP tersebut yang mencapai 30 % dari total potensi perikanan nasional sehingga sudah sepantasnya Maluku dijadikan pusat sentra lumbung ikan nasional dan sesuai lokasi geografis berada posisi tengah antar pulau / provinsi di wilayah timur Indonesia

Produksi dan Ekspor Perikanan Maluku

Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Maluku memperkirakan potensi perikanan tahunan sebesar 1,62 juta ton. Pada 2021, Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia mencatat produksi ikan Maluku sebesar 543.371 ton. Sementara itu, Badan Pusat Statistik (2021) mencatat Maluku memproduksi lebih dari 620 ribu ton dari perikanan budidaya dengan perikanan budidaya laut sebagai penyumbang terbesar pada 2019.

Ilustrasi Ekspor Ikan dari Maluku

Selain itu Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Ambon menyatakan, nilai ekspor perikanan di Provinsi Maluku mencapai 18,72 juta dolar US pada semester I tahun 2022. 10 komoditi teratas dalam ekspor perikanan Maluku pada semester I 2022, yang didominasi komoditas ikan tuna mencapai 1,06 juta kilogram (kg), senilai 9,92 juta dolar US. Pada peringkat dua ada udang vaname sebanyak 1,47 juta kilogram senilai 7,57 juta dollar US

Kemudian ada ekspor perikanan hidup yakni ikan kerapu (grouper) sebanyak 47.499 ekor (826.911 dolar US), kepitingsebanyak 43.218 ekor (167.146 dolar US), ikan parrot sebanyak 9.302 ekor (141.454 dolar US). Setelah itu ada kerapu beku sebanyak 20.095 kg (73.653 dolar US), ikan makarel sebanyak 3.363 kg (12.379 dolar US), ikan kakap hidup sebanyak 542 ekor (9.050 dolar US), cumi-cumi sebanyak 4,26 kg (82,9 dolar US), dan ikan kakap beku sebanyak 4,01 kg (78,14 dolar US).

Negara tujuan ekspor perikanan dari Maluku paling banyak menuju China dengan volume 1,47 juta kg dan 7.842 ekor ikan hidup. “Nilai ekspor ke China paling besar, yaitu mencapai 7,611 juta dolar US. Tujuan ekspor terbesar kedua adalah Amerika Serikat dengan volume 348.473 kg senilai 4,68 juta dolar US. Kemudian negara tujuan ekspor lainnya adalah Vietnam sebanyak 443.685 kg (3,571 juta dolar US), Jepang sebanyak 270.491 kg (1,66 juta dolar US).

Kendala Maluku menyambut implementasi Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur

Dukungan dari sisi regulasi dan anggaran yang belum memadai karena sementara ini kebijakan Negara dalam hal ini DAU Masih memakai perhitungan luas daratan. sehingga Maluku yang berkarakteristik kepulauan dan luas laut lebih besar belum mendapat dampak positif dari regulasi nasional tersebut yang menyebabkan keterbatasan dalam pengadaan sarana dan prasarana kelautan perikanan sebagai upaya pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Maluku, yang secara umum keterbatasan sarana prasarana ini merata pada semua bidang kelautan perikanan baik perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, pengawasan sumberdaya kelautan perikanan serta pesisir dan pulau-pulau kecil. apalagi APBD Maluku hanya sekitar 2,8 T pada Tahun 2021

Selain itu salah satu fasilitas utama dalam pengelolaan sektor kelautan dan perikanan adalah Pelabuhan perikanan masih sangatlah minim . Sesuai data yang ada bahwa diseluruh Indonesia pelabuhan perikanan berjumlah 538 , dari jumlah tersebut 100 pelabuhan perikanan telah ditetapkan kelasnya yang terdiri dari 7 pelabuhan perikanan samudera (PPS), 18 pelabuhan perikanan nusantara (PPN), 38 pelabuhan perikanan pantai (PPP), 35 pangkalan pendaratan ikan (PPI) dan 2 pelabuhan perikanan swasta. Pelabuhan perikanan di Maluku saat ini hanyalah berjumlah 17 unit pelabuhan yang terdiri dari 2 pelabuhan perikanan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat dibawah KKP yakni PPN Ambon dan PPN Tual serta 15 pelabuhan perikanan merupakan UPT Daerah di Provinsi Maluku. Dengan jumlah pulau mencapai 1.340 buah dan dengan pelabuhan perikanan yang minim maka sangatlah sulit untuk daerah berkembang. pelabuhan perikanan yang ada saat ini juga sebagian belum operasional karena belum lengkapnya sarana dan prasarana utama dan penunjangnya

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ambon

Sebaiknya Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) di Ambon harus segera dinaikan status menjadi Pelabuhan perikanan Samudera karena dengan peningkatan status ini maka akan meningkatkan status volume kegiatan kepelabuhanan dan kegiatan pengolahan di sekitar wilayah pelabuhan sebagai konsekwensi atas dampak dari kegiatan M-LIN dan kebijakan penangkapan ikan terukur

Dilain sisi belum adanya Industri pengolahan terpadu. sementara ini Maluku masih sebatas mengekspor bahan baku dalam bentuk segar ataupun mentah. belum dalam bentuk olahan jadi yang dapat memberikan nilai tambah seperti Industri perikanan pengalengan ikan, jika tersedia maka akan membuka lapangan kerja yang luas. kemudian belum memadainya sistim rantai dingin (coldstorage dan pabrik es) merupakan sarana penting yang diperlukan sehingga sistim logistik ikan dapat berjalan dengan baik, dengan adanya rantai dingin ini akan mempermudah Maluku dalam mensuplai hasil perikanan yang berkualitas antar pulau. kendala masih pada dukungan ketersediaan listrik, air bersih dan akses jalan yang harus diperhatikan

Selain itu Armada perikanan nelayan masih didominasi oleh nelayan skala kecil dibawah 5 GT. kegiatan penangkapan ikannya pun terbatas disesuaikan kapasitas dan jarak tempuh kapal yang dimiliki sehingga perlu adanya modernisasi alat tangkap. Untuk Potensi perikanan budidaya belum dapat dimaksimalkan dengan baik seperti budidaya air laut, air payau dan air tawar. untuk budidaya air laut lahan yang tersedia mencapai 495.300 Ha namun tingkat pemanfaatan baru mencapai 5 % , untuk budidaya air payau 191.450 Ha dengan tingkat pemanfaatan 3,5 % dan budidaya air tawar lahan mencapai 11.700 Ha tingkat pemanfaatan masih dibawah 2 %. Keterbatasan fasilitas transportasi dan komonikasi antar wilayah di Maluku membutuhkan sarana dan prasarana dengan spesifikasi tertentu sesuai komuditi yang akan diangkut seperti ikan hidup, ikan segar dan beku maupun rumput laut. dan Masih terbatasnya SDM, akses permodalan dan kapasitas pelaku usaha yang menyebabkan lemahnya kelembagaan dan sosial budaya ditengah regulasi yang belum mendukung hingga pada keterbatasan kewenangan daerah. apalagi pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis gugus pulau yang berjumlah 12 gugus pulau ini maupun berbagai kendala lainnya.

Target Kebijakan Penagkapan Ikan terukur (PIT)

Kebijakan Negara melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk melakukan Implementasi Blue Economy Dalam Kerangka Penangkapan Ikan Terukur Berbasis Kuota Sebagai Wujud Reformasi Tata Kelola Perikanan Tangkap Dalam Melaksanakan Amanat UUD 1945 serta Menjawab Target dan Tantangan Pembangunan Perikanan Menuju Indonesia Emas 2045 sampai saat ini  masif disosialisakan.

Zonasi WPP Pada penangkapan Ikan terukur berbasis WPPNRI

Blue Economy (Ekonomi Biru) Efisiensi pengelolaan SDA, bukan ekspolitasi tanpa batas Manfaat ekonomi dan sosial yang seimbang Menjaga kelestarian ekologi dan keanekaragaman hayati Penangkapan Ikan Terukur termasuk pemungutan PNBP pasca produksi, Pengembangan kampung nelayan maju dan pemberdayaan nelayan lainnya. Penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota di setiap WPPNRI untuk keberlanjutan ekologi, peningkatan PNBP, dan kesejahteraan nelayan  menjadi prioritas pada direktorat perikanan tangkap KKP.

KKP menyampaikan Kebijakan Penangkapan terukur menjadi lompatan besar reformasi pengelolaan perikanan, dengan pendekatan Output Kontrol yakni melakukan Pengendalian perizinan, dengan mempertimbangkan kuota per kapal (ouput kontrol), Hasil tangkapan pelaku usaha berdasarkan kuota (catch limit), dan PNBP dipungut sesuai dengan kuota/sumber daya ikan yang dieksploitasi. untuk Aspek Pengaturan Kuota diberikan kepada Nelayan Lokal (Secara khusus terdapat kuota untuk nelayan lokal, dimana perhitungannya didahulukan dibanding jenis kuota lainnya) kedua Kuota Bukan untuk Tujuan Komersial (pendidikan, pelatihan, penelitian atau kegiatan ilmiah lainnya, serta kesenangan dan wisata) dan ketiga Kuota untuk Industri. Dan menargetkan dampak kebijakan ini Stok ikan dan kesehatan laut terjaga, Distribusi pertumbuhan ekonomi di daerah yang lebih adil dan merata, Kesejahteraan masyarakat meningkat, Akurasi data penangkapan dan kemudahan dalam Fish Traceability, Penambahan serapan tenaga kerja dan Peningkatan PNBP dan kontribusi sektor KP pada perekonomian nasional. ,

Pembagian Zona Penangkapan Ikan Terukur Di WPPNRI Berbasis Kuota pada wilayah perairan sekitar provinsi Maluku yakni berada pada zona 3 yakni WPPNRI 715 (perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau) WPPNRI 718 (perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur) WPPNRI 714 (perairan Teluk Tolo dan Laut Banda). Untuk WPP 715 dan 718 masuk pada zona biru yang artinya merupakan Zona Penangkapan ikan untuk industri (investor dalam negeri dan luar negeri) dengan Kuota industri) sedangkan WPP 714 merupakan zona orange atau Zona untuk Penangkapan Ikan Terbatas dan Spawning/ Nursery ground.

Cara Penerapan Kebijakan Penangkapan Terukur Zona 3 Dengan Sistem Kontrak Kerja Sama yakni kuota JTB di masing-masing zona dibagi kepada pelabuhan-pelabuhan pendaratan di zona tersebut, sistem perijinan melalui seleksi pelaksanaan konsesi dilakukan melalui beauty contest dan menandatangani kontrak konsesi penangkapan terukur , Jalur Penangkapan Ikan > 12 mil garis pantai, di 4 zona penangkapan, Pendaratan ikan hanya di Pelabuhan pangkalan dimana kuota penangkapan ikan diberikan, Ukuran Kapal > 5 GT, Pemasaran Ikan dan Pengangkutan ikan untuk pasar domestik dan ekspor dari pelabuhan perikanan yang ditetapkan di WPP, Seluruh awak kapal adalah nelayan lokal (kecuali fishing master dan nakhoda kapal untuk kapal buatan Luar Negeri) dan sistem pemungutan PNBP Kontrak dan Pasca Produksi.

Rancangan Penetapan Pelabuhan Pendaratan ikan  sekitar provinsi Maluku di Zona 03 yang didalamnya terdapat WPP 715 dan 718 dengan kuota Penangkapan 1.861.500 ton/tahun melalui Ambon New Port/PPN Ambon target produksi 400.000 Ton/Tahun dengan nilai Rp 10,15 Trilliun/Tahun, PPN Tual target produksi 372.000Ton/Tahun nilai Rp 9,22 Trilliun/Tahun, PP Benjina 280.000 Ton/Tahun dengan nilai Rp 6,92 Trilliun/Tahun.

Siapkah Kita (Maluku) Menyambut Implementasi Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur??

Belum tuntas realisasi kebijakan Maluku sebagai Lumbung Ikan nasional yang telah dicanangkan sejak 12 Tahun lalu oleh Pemerintah Pusat. Kini Maluku diperhadapkan lagi dengan kebijakan Negara Penangkapan Ikan terukur (PIT). Kebijakan PIT sebenarnya diharapkan merupakan bagian dari M-LIN bukan sebaliknya. Publik Maluku berharap pemerintah pusat segera merealisasikan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional dengan menyiapkan masterplan dan bisnis plan serta infrastruktur pendukung lainnya serta program untuk mendukung implementasi M-LIN. Target dibangunnya Pelabuhan Perikanan terpadu yang terintegrasi dengan Ambon New Port yang direncanakan dibangun di Desa Waai Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah hingga kini masih terkendala Lahan yang belum clear and clean. Padahal sesuai target awal ANP dan M-LIN akan operasional pada akhir tahun 2023.

Nelayan skala kecil di Maluku

Kebijakan penangkapan terukur yang akan segera diimplementasikan. Namun muncul banyak pertanyaan yang muncul. Maluku secara lokal mendapat apa dari kebijakan Nasional ini? Sedangkan belum terlihat secara teknis sistim bagi hasil perikanan bagi daerah penghasil yang secara ekonomi akan membantu Maluku keluar dari angka kemiskinan. dengan jumlah nelayan sekitar 300.000 jiwa yang dominan adalah nelayan skala kecil bagaimana mereka mendapatkan kuota yang syaratnya harus berbadan hukum (koperasi dll) sedangkan keterbatasan armada yang dimiliki dikwatirkan tidak bisa bersaing dalam pemanfaatan sumberdaya ikan yang ada dengan skala industri. Selain itu sebagai provinsi kepulauan pastinya infrastruktur Pelabuhan perikanan / pangkalan pendaratan ikan seharusnya sudah memadai dalam memperkuat sistim logistik perikanan serta membantu operasional nelayan antar pulau di lapangan dan ini belum siap.

Kebijakan ini terlihat sepihak tanpa melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat dan ditengah status SDI kita telah mengalami over fishing dan degradasi lingkungan. Jika hanya hanya berorientasi pada peningkatan PNPB dan ekspor produk perikanan maka para nelayan skala industri besar akan lebih dapat survive dibandingkan nelayan skala kecil yang 94 % mendominasi. Pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan harus melihat secara arif dan bijaksana dalam melihat problematika yang ada di daerah sebelum melakukan implementasi kebijakan agar tidak terjadi protes ataupun gejolak sosial. M-LIN yes, PIT No.

Disaat BBM naik dan sulit diperoleh, Fishing ground semakin jauh, hasil tangkapan menurun dan harga pasaran ikan tidak mengalami peningkatan maka secara langsung akan berdampak negatif bagi kehidupan nelayan. masyarakat Maluku dominan hidup pada daerah pesisir dan berprofesi sebagai nelayan sangat bergantung dari pengelolaan sumberdaya lautnya, rentang kendali antar pulau ini menyebabkan pengaruh terhadap distribusi barang dan Jasa. Sepertinya kita belum siap menyambut kebijakan Penangkapan Ikan Terukur ini.

Semoga catatan ini menjadi perhatian serius dari pemangku kebijakan guna melihat secara luas dan komprehensif kebijakan pengelolaan perikanan untuk kesejahteraan masyarakat,kemajuan daerah dan Bangsa. **

Penulis Amrullah Usemahu (Sekretaris Departemen Perikanan, Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ICMI Orwil Maluku / Wakil Ketua MASIKA ICMI Bidang Pertanian, Perikanan, Pengembangan Desa, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil)

Check out our other content

Check out other tags:

Most Popular Articles