26.7 C
Jakarta
Saturday, July 27, 2024

Mata Garuda Maluku Siap Gelar Musyawarah Wilayah ke III di Ambon

Mata Garuda (MG) Maluku akan melaksanakan Musyawarah...

Kolaborasi Memajukan Sektor Perikanan, DPD ISPIKANI Maluku resmi dikukuhkan

Pengukuhan pengurus Dewan Pengurus Daerah Ikatan Sarjana...

Inflasi 2023 di Bangka Belitung: Tantangan dan Prospek

Oleh: Yogi Cahyo Ginanjar, S.T., M.Si. -...

Membangun Model Pentahelix Rumah Tahan Gempa NTB Berwawasan Kearifan Lokal dan Ramah Lingkungan

TematikDisasterMembangun Model Pentahelix Rumah Tahan Gempa NTB Berwawasan Kearifan Lokal dan Ramah Lingkungan

Mataram, NTB (30/5/2022), Sebagai tindak lanjut pelaksanaan the 7th Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 dan arahan Presiden Republik Indonesia pada acara tersebut bahwa harus membangun infrastruktur yang tangguh bencana dan tangguh terhadap perubahan iklim, maka strategi percepatan perbaikan dan pembangunan kembali rumah terdampak gempa bumi di NTB haruslah berbasis kearifan lokal dan ramah lingkungan.

Dr. Rachma Fitriati, M.Si. M.Si (Han) dari Fakultas Ilmu Administrasi UI dan Tim , Foto /; Pribadi

Sebagai tindak lanjutnya, Pusat Pengurangan Resiko Bencana Universitas Indonesia (DRRC UI) sangat mendukung komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan dengan menerapkan pendekatan Penta Helix: Academia, Pemerintah, Industri, Masyarakat, dan Media. Indonesia telah mengembangkan langkah-langkah ketahanan gempa berdasarkan kearifan lokal dan upaya ramah lingkungan. Indonesia memiliki budaya dan kearifan lokal yang diimplementasikan dalam upaya pengurangan resiko bencana, seperti pembangunan Rumah Tahan Gempa (RTG) di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Dalam kaitan dengan Model RTG NTB ini, Universitas Indonesia menerima apresiasi pendanaan Penelitian Program Kompetitif Nasional dan Penugasan Di Perguruan Tinggi Tahun Anggaran 2022 Ditjen Dikti, Riset & Teknologi Kemendikbud. Penelitian tersebut berjudul ‘Penta Helix Membangun Model Rumah Tahan Gempa Berperspektif Kearifan Lokal Pasca Bencana Alam di Provinsi NTB‘. Penelitian ini terdiri dari Dr. Rachma Fitriati, M.Si. M.Si (Han) dari Fakultas Ilmu Administrasi UI, Prof. dra. Fatma Lestari, M.Si, PhD dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, dan Brigjen Ahmad Rizal Ramdhani S.Sos.,S.H., M.Han Mahasiswa Doktor Sekolah Ilmu Lingkungan, bersama dengan bermitra peneliti Lukmanul Hakim, M.Pd. dan Dedy Dharmawansyah, M.T. dari Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) dan Dr. Junaidin, M.Pd. dan Rasyid Ridha, M.T. dari Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT). RTG NTB menjadi praktik terbaik dalam kajian ini karena gempa Lombok satu-satunya model praktik terbaik dalam pembangunan RTG, di mana masih dalam transisi darurat ke pemulihan, namun Pemerintah sudah “berani” mengambil kebijakan yang mempertimbangan kepentingan terbaik bagi masyarakat terdampak gempa di NTB, untuk langsung membangun Hunian Tetap, sehingga masyarakat dapat langsung fokus untuk recovery atau pemulihan.

Dr. Rachma Fitriati, M.Si. M.Si (Han) dan Tim melakukan tinjauan lapangan dan riset, Foto : Pribadi

Berdasarkan hasil tinjauan lapangan dalam kaitannya riset ini, kami mengapresiasi bahwa progres capaian fisik rumah telah berjalan sesuai dengan harapan masyarakat yang mana laporan pertanggungjawaban (LPJ) tujuh kabupaten/kota telah selesai 100%. Pembangunan RTG ini mengacu  Inpres Nomor 5 Tahun 2018 dan Inpres Nomor 7 Tahun 2020 tentang Percepatan Penyelesaian Perbaikan dan Pembangunan Kembali Rumah Masyarakat pada Wilayah Terdampak Bencana Gempa Bumi di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Pelaksanaan Rumah Tahan Gempa (RTG) NTB sendiri dalam pembangunannya terus dilakukan evaluasi secara berkelanjutan. Hal ini ditandai dengan tahapan dalam pelaksanaannya baik pada tataran kebijakan (policy level), tataran organisasi (organizational level), dan tataran operasional (Operational Level). Tiga tahapan tersebut menjadi satu kesatuan dalam mewujudkan semangat kolaboratif  kerjasama multipihak antara Pemerintah (Pusat, provinsi, Kab/kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan), multi sektoral (TNI/Polri, BPKP, PU, Perkim, perbankan, Dukcapil, dll); Swasta (aplikator, suplier, dll); Masyarakat sipil (penyintas, fasilitator, LSM); dan Perguruan Tinggi. Kolaborasi para pihak yang kita kenal dengan pentahelix ini menjadi model dalam pemberdayaan penguatan ketahanan ekonomi masyarakat Desa untuk menemukan pola kemitraan dalam pengembangan potensi Desa dan Kawasan Pedesaan.

Upaya pelibatan berbagai pihak dalam penanganan rumah masyarakat akan berdampak pada pemanfaatan potensi desa dan kearifan lokal (local wisdom) dan ramah lingkungan yang menjadi ciri khas dari masing-masing desa. Pada prakteknya, berbagai potensi desa menjadi pertimbangan dalam pembangunan rumah masyarakat walaupun prosesnya cukup panjang. Sistem swakelola berbasis masyarakat (Pemberdayaan) menjadi oase yang dihadirkan untuk menjaga eksistensi kearifan lokal tetap ada di tengah-tengah masyarakat. Melalui sistem ini, interaksi yang intensif dalam bentuk sosialisasi, edukasi, pembentukan hingga penguatan kelompok masyarakat menjadi tahapan yang perlu dilakukan. (AU)

Check out our other content

Check out other tags:

Most Popular Articles