29.2 C
Jakarta
Thursday, July 25, 2024

Mata Garuda Maluku Siap Gelar Musyawarah Wilayah ke III di Ambon

Mata Garuda (MG) Maluku akan melaksanakan Musyawarah...

Kolaborasi Memajukan Sektor Perikanan, DPD ISPIKANI Maluku resmi dikukuhkan

Pengukuhan pengurus Dewan Pengurus Daerah Ikatan Sarjana...

Inflasi 2023 di Bangka Belitung: Tantangan dan Prospek

Oleh: Yogi Cahyo Ginanjar, S.T., M.Si. -...

Posisi Laut Banda dan Kepulauan Banda dalam Tata Kelola Perikanan Nasional

TematikFisheriesPosisi Laut Banda dan Kepulauan Banda dalam Tata Kelola Perikanan Nasional

Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 714 Laut Banda memiliki posisi strategis diantara 11 WPPNRI yang ada, sebagai dinamisator menjaga keberlanjutan SDI sebagai daerah konservasi Tuna. WPP 714 meliputi Teluk Tolo dan Laut Banda. Kalau dilihat secara geografisnya WPP ini meliputi 6 Provinsi diantaranya Maluku, Maluku Utara, NTT, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Jumlah potensinya mencapai 1.033.979 ton dengan jumlah tangkap yang diperbolehkan (JTB) adalah 697.730 ton.

Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 714 Teluk Tolo dan Laut Banda

Untuk status sumberdaya ikannya sudah masuk kategori Full dan Over eksploitasi. Kategori kelompok SDI yang Over eksploitasi diantaranya Ikan karang, Udang Paneid, lobster dan kepiting sedangkan yang telah mengalami ekploitasi penuh adalah ikan pelagis kecil, Ikan pelagis besar, Ikan demersal, rajungan dan cumi-cumi. Tidak ada lagi status SDI yang moderate berdasarkan kepmen KP nomor 19 tahun 2022 tentang Estimasi potensi , Jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan tingkat pemanfaatan sumberdaya.

Keunikan perairan laut Banda yang dimana secara gradual terjadi pengangkatan masa air (upwelling) yang berkonstribusi pada peningkatan produktifitas perairan. Terjadinya upwelling bahkan hingga mencapai kedalaman 1000 meter sehingga berkorelasi positif terhadap peningkatan kapasitas SDI di wilayah perairan tersebut.

Laut Banda pernah menjadi pusat penangkapan ikan tuna oleh kapal perikanan rawai tuna Jepang yang saat itu melakukan kerjasama dengan Indonesia dalam perjanjian pengelolaan Tuna di Laut Banda pada era tahun 60an (Banda Sea Agreement). Namun sayangnya hasil perjanjian tersebut tidak berdampak signifikan bagi Indonesia dan Maluku saat itu salah satunya berkaitan belum terlihatnya kemajuan Industrilisasi Perikanannya.

Jaman keemasan pengelolaan perikanan di WPP 714 hingga kini belum pudar. Pemerintah melalui KKP dalam kebijakannya menjadikan Laut Banda sebagai Kawasan konservasi Tuna Madidihang (Thunnus Albaceres) atau Yellowfin Tuna yakni melalui Permen KP 26/2020 dengan melakukan larangan penangkapan ikan Tuna Madidihang di daerah Pemijahan dan daerah bertelur WPP 714 pada bulan Oktober – Desember.

Tuna Madidihang (Thunnus Albaceres) atau Yellowfin Tuna

Kebijakan ini baik demi keberlanjutan SDI yang akan dimanfaatkan oleh nelayan khususnya nelayan kecil/lokal. didalam peraturan menteri tersebut telah diatur bahwa nelayan kecil dapat melakukan aktifitas penangkapan ikan dalam daerah pemijahan tersebut yang kapal ikan berukuran kumulatif paling besar 10 GT dan para Nelayan kecil ini harus terdaftar di Provinsi Maluku. Sehingga nelayan lokal atau kecil tidak perlu kuatir terhadap implementasi kebijakan tersebut.

Dan sementara ini pemerintah juga lagi menyusun draft RPP berkaitan Kebijakan Penangkapan ikan terukur (PIT) dan WPP 714 masuk dalam daerah penangkapan ikan terbatas atau daerah pemijahan dan pengasuhan ikan hanya untuk nelayan lokal dan atau setiap orang, pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang melakukan kegiatan bukan untuk tujuan komersial.

Jika dilihat secara detail peta arsiran daerah kawasan pemijahan Tuna Madidihang, terdapat beberapa pulau didalamnya diantaranya kepulauan Banda , Kepulauan Lucipara dan Penyu serta Kepulauan Teon Nila Serua Maluku Tengah. Keberlanjutan SDI ikan di laut tak bisa dilepaspisahkan dengan kekayaan pulau-pulau kecil yang berada di darat dan sekitarnya. Sehingga perlu dijaga dengan baik kondisi lingkungan yang berada pada pulau-pulau tersebut agar tidak berdampak negatif bagi sumberdaya ikan didalamnya

𝗕𝗮𝗻𝗱𝗮 𝗡𝗮𝗶𝗿𝗮 ” 𝗧𝗵𝗲 𝗖𝗶𝘁𝘆 𝗼𝗳 𝗙𝗶𝘀𝗵”

Kepulauan Banda yang berada di pusat WPP 714 Laut banda ini selalu mendapat efek positif atas keberlimpahan Ikan di saat musim tangkap dilakukan. Contohnya saja Ikan Layang dan Tuna berbagai jenis yang tertangkap nelayan dengan menggunakan alat tangkap Jaring Bobo (purse seine) ataupun Handline Tuna. Banda Naira sebaiknya memang menjadi kawasan Ekonomi khusus di Sektor Perikanan dan Pariwisatanya.

Aktifitas pesisir kota Banda Neira Kabupaten Maluku Tengah

Pada saat musim tangkap Ikan berlimpah hingga kadang unit pengolahan ikan (UPI) tidak mampu untuk membeli karena kapasitasnya yang terbatas. Pagi tadi (2/10) saya coba berdiskusi dengan pelaku perikanan di Banda Naira. Banyak kendala yang dihadapi nelayan saat ini salah satunya berkaitan dengan minimnya atau kelangkaan BBM jenis minyak tanah yang dominan dipakai nelayan pancing tonda melaut. Selain kebutuhan solar, Petralite dan Pertamax. Jumlah alat tangkap yang mengalami peningkatan signifikan seperti purse Seine (Jaring Bobo) sudah diatas 60an unit dan UPI hanya 9 unit dan kapal penampung 3 unit cukup berpengaruh terhadap penyerapan hasil tangkapan serta distribusi logistik untuk ekspor lokal ataupun regional.

Salah satu kendala akses distribusi logistik hasil perikanan disana adalah masih tertumpu pada keberadaan kapal Pelni yang singgah di Banda Naira untuk mengangkut Kontainer /Barang hasil perikanan dari UPI yang ada. Mungkin sebaiknya ada 1 sub pelabuhan kontainer yang dibangun disana (Banda Besar) sehingga barang/hasil produk perikanan tidak tertumpuk dan mempermudah UPI dalam mengatur barang (Ikan) masuk dan keluar. Jika tidak pada saat musim tangkap maka pastinya UPI akan menyesuaikan kemampuan produksinya hingga berdampak hasil tangkapan nelayan tak terbeli. Selain itu infrastruktur jaringan dan kapasitas listrik perlu ditingkatkan agar pasokan listrik untuk Industrilisasi Perikanannya semakin memadai melayani kebutuhan listrik yang ada di kepulauan Banda serta kebutuhan pokok nelayan yakni BBM dan Es wajib untuk dipenuhi

Sesuai data Dinas Perikanan Maluku Tengah, 2019. Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) di kecamatan Banda berjumlah 1.576 orang, Pengolah Ikan 272 orang, Nelayan 3.278 orang. Total jumlah armada penangkapan ikan baik perahu tanpa motor, motor tempel, purse Seine dan perahu kapal motor sebanyak 1.918 unit. Terbanyak kedua setelah kecamatan Leihitu dari total 18 kecamatan yang ada di kabupaten Maluku Tengah.

Hasil tangkapan Nelayan di Banda Neira Maluku Tengah

Karena Kepulauan Banda terletak di jantungnya daerah Nursery ground WPP 714 Laut Banda. Tak heran jika banyak regulasi atau kebijakan yang diterbitkan pemerintah via kementerian kelautan dan perikanan (KKP) RI untuk menjaga sumberdaya perikanan yang ada di laut Banda agar tidak terdegradasi , terkelola dengan baik sesuai zonasi yang dibuat dan berkelanjutan seperti dibeberapa kawasan konservasi.

Misalnya saja Keputusan Menteri No. 58 tahun 2014 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Wisata Perairan Laut Banda di Provinsi Maluku Tahun 2014-2034. Luas Kawasan Konservasi Perairan Nasional TWP Laut Banda adalah 2.500 ha. Sistem zonasi dalam kawasan konservasi perairan nasional TWP Laut Banda dibagi menjadi 4 (empat) zona yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan dengan satu sub zona yaitu sub zona perikanan berkelanjutan budidaya, zona pemanfaatan dan zona lainnya. Yang terbaru adalah Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2021 tentang Kawasan Konservasi di Perairan Pulau Ay dan Pulau Rhun di Kecamatan Banda Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku.

Regulasi yang ada kiranya dapat mengatur dengan baik secara terarah dan terpadu tata kelola perikanan yang ada dan memperkuat pengelolaan sektor kelautan dan perikanan seperti Penangkapan,Budidaya, pengolahan hingga tata ruang laut dan secara sosial ekonomi masyarakat tidak menyulitkan dalam mereka beraktivitas. Karena nelayan sempat menyampaikan aspirasinya bahwa jika dengan banyaknya regulasi konservasi tersebutpastinya merepotkan mereka dalam melakukan aktivitas melautnya karena dilihat sepintas seperti terjadi pengkaplingan kawasan dalam pemanfaatan.

Semoga saja Sosialisasi secara masif terus dilakukan kepada masyarakat khususnya nelayan sehingga dapat memahami akan dampak positif regulasi yang dibuat tersebut secara lokal, regional dan nasional. Dan Kiranya keberadaan Kepulauan Banda merupakan Bergaining daerah dalam Pengelolaan Perikanan Nasional berbasis WPP.

Mimpi saya sebagai insan perikanan adalah di Kota Banda Naira dapat dibangun Monumen Ikan Tuna Sirip Kuning (YellowFin Tuna) sebagai bentuk Legacy Nasional serta sebagai cara membangkitkan semangat Nelayan untuk menjaga keberlanjutan daerah pemijahan dan pengasuhan Ikan Tuna Sirip kuning ini dengan terus mengkampanyekan 1 Ikan berjuta kehidupan ( one fish a million life). “Banda Naira The City of Fish”

Penulis Amrullah Usemahu (Wasekjen 3 ISPIKANI/Sekretaris Departemen Perikanan, Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Terdepan ICMI Orwil Maluku / Wakil Ketua Pemuda ICMI Bidang Pertanian, Perikanan, Pengembangan Desa, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil)

Check out our other content

Check out other tags:

Most Popular Articles